14.04

Belajar dari Billy Graham

Disiplin dari diri sendiri, berani berkata dan bertindak tegas mungkin beberapa karakter yang terus dibangun Sidney. Kesukaannya membaca buku membuat bisa belajar lewat banyak hal termasuk kisah orang-orang yang mengagumkan “Saya pernah baca biografi Billy Graham, ia sangat menjaga hidupnya.” ujarnya penuh kekaguman.Salah satu contoh yang ia lakukan adalah ia tidak pergi bersama dalam satu mobil dengan sekretarisnya. Jauh sebelum menikah, Sidney telah membuat ‘pagar-pagar’ untuk menjaganya. Antara lain, bagaimana menghadapi fans terutama para gadis belia yang kadang tidak terkontrol, dan cenderung nekad.
“Satu kali setelah konser di satu kota yang tidak mau saya sebut namanya, tengah malam pintu kamar hotel diketuk beberapa kali, saya tidak mau buka pintu, karena saya dengar suara wanita. Saya bukannya mau jaga jarak tapi itu benar-benar karena saya memang harus begitu. Saya tak peduli alasannya, mau didoakan kek, mau konseling kek, yang begini saya harus berani bilang, No, thank you. Untuk menjaga, saya pun tidak mau memberikan no hp pribadi, kalau mau hubungi saya, saya bilang saja, silakan hubungi saya di kantor.

Saya dengar begitu banyak hamba-hamba Tuhan jatuh oleh hal seperti ini. Saya percaya untuk hal yang satu ini, saya tidak boleh menganggapnya remeh” tegasnya. Meski, tambahnya, banyak pula ‘kejadian kecil’ yang tak terhindarkan. Misalnya, turun panggung ada yang melayangkan cubitan dan cakaran bahkan ada juga yang tiba-tiba naik ke atas panggung menciumnya.

Berjumpa Tuhan

Sedikit menengok ke belakang, Sidney bersama kedua saudaranya seolah terpaksa menelan pil pahit kehidupan saat mereka masih kanak. Orang tua mereka bercerai ketika Sidney kelas lima SD. Tiga kakak beradik inipun di boyong sang mama di Amerika menjalani kehidupan baru tanpa papa.

Membawa bekal uang pas-pasan membuat mereka hidup prihatin. Mereka tinggal di motel dengan ukuran kamar yang sangat kecil. Sidney satu-satunya laki-laki. Untuk itu, meski masih kecil, ia harus mengalah tidur di lantai. Hampir seluruh waktu milik mamanya dihabiskan untuk bekerja keras di pabrik. Jadilah, Sidney ikut membantu kebutuhan keluarga bekerja mengantar koran di kawasan tempat tinggal mereka Monterey Park tiap jam lima pagi sebelum berangkat sekolah. Pulang sekolah, Sidney kembali keliling mengantar koran atau mengambil tagihan yang sifatnya sukarela. Lalu Sidney mengecap pekerjaan baru yaitu menjaga toko buku komik. Ketika SMA, ia mendapat beasiswa dari Walt Disney dan bekerja di perusahaan percetakan, mengerjakan desain. “Saat waktu senggang saya melukis untuk orang. Ketika kuliah saya mulai bisa nabung dan bisa membeli sebuah mobil bekas. Tahun 1994 saya mulai hidup mapan… “ kenang pria kelahiran 27 Maret 1973.

Sidney mengaku pernah bandel saat menjelang masuk SMA, doyan pesta, minuman keras dan ngegelek, “Saya sering pulang pagi diantar polisi dalam keadaan mabuk,” tambahnya

Momen penting dalam hidup Sidney saat kelas tiga SMA. Ia datang ke gereja Indonesia di LA, seorang pembicara dari Pasadena di tengah khotbahnya berhenti dan menunjuk Sidney yang duduk di bangku paling belakang dan minta Sidney maju ke depan lalu berkata,”Tuhan sayang padamu. Ia ingin kau kembali.”

Kalimat nubuatan itu sungguh amat mengagetkan Sidney. Mengapa? Ia sedang berpikir dan bertanya-tanya tentang Tuhan dalam hatinya. Batinnya bergolak. “Kalau Tuhan sayang padaku, tunjukkan!” tuntutnya dalam hati. Ia merasa deretan pertanyaan itu terjawab dalam kalimat pendek pembicara tadi. Itulah yang membuatnya berpikir dan bertanya, apa rencana Tuhan padaku? Sidney segera berbalik arah, mencari wajah Tuhan. “Pelayanan pertama yang saya lakukan adalah menata kursi untuk ibadah dan menggulung kabel. Tapi suka citanya luar biasa…” kenang Sidney terharu.

Dalam acara tahun baru, akhir 1994 Samuel Doktorian menyampaikan nubuatan untuk Sidney. Intinya, Tuhan ingin Sidney pargi ke tempat yang tidak ia ingini. Indonesia! Ya, Indonesia! Sidney memang tidak ingin mengunjungi negara itu. Selama 11 tahun di Amerika vokalis Giving My Best (GMB) ini belum pernah sekalipun pergi ke Indonesia. Sebelumnya, nubuatan bernada sama dari orang yang berbeda sudah pernah diterima Sidney, “Keluarlah dari zona kenyamanan dan pergilah ke mana Aku ingin pergi. Jadi itu merupakan nubuatan penguatan untuk saya,” ujar produser dari True Worshipper Production berapi-api.

Berawal Dari Pernikahan teman

Sidney punya prinsip memberi yang terbaik dan Tuhan sendiri akan membuka jalan-jalan-Nya. Istilah yang kerap dipakai, promosi dari Tuhan. Ia tak setuju tentang pendapat banyak orang yang bekerja sesuai honor atau gaji. “Saya pernah dengar begini, kalau saya dapat gaji lima juta, saya baru akan bekerja keras. Kenapa nggak berpikir, saya akan beri yang terbaik bagi pekerjaan saya, soal penghasilan pasti mengikuti. Saya percaya dengan firman Tuhan, bila kita setia dengan perkara kecil Tuhan akan mempercayakan perkara besar,” tuturnya bijak.

Bulan Mei, 1995 Sidney datang ke Indonesia. Ia ke Jakarta tanpa kenal satu orang pun dengan tujuan yang menurut manusia pada umumnya. “tidak jelas”. Pokoknya melayani Tuhan, begitu tekadnya. “Saya tidak punya saudara di Jakarta, semua ada di Menado. Jadi, saya benar-benar merasa asing. Namun saya percaya Tuhan pasti buka jalan. Dua hari di Jakarta, teman saya orang Indonesia yang tinggal di Amerika menikah di JHCC. Saya datang dan menyanyi. Di sanalah saya kenal musisi Erwin Badudu, Franky Sihombing, Amos Cahyadi, dan Sari Simorangkir” kisahnya takjub.

Satu persatu jalan di buka Tuhan untuk Sidney. Melalui acara HUT RI ke 50 dengan “tema Jakarta Bersyukur” di Istora Senayan, masyarakat Kristen melihat dan mendengar suara emas ‘penyanyi rohani’ baru bernama Sidney Mohede. Lalu disusul konser GMB pertama di Pecenongan, Jakarta yang dipenuhi dengan anak muda. Ia pun lalu ikut gabung dengan VOG. Semakin hari semakin bertambah-tambahlah teman dan pelayanan Sidney.

Meski Sidney tergolong ‘pria klimis’, trendy, berwajah ganteng, dan tinggal lama di Amerika, pasti tak ada yang menyangka beberapa tahun di Jakarta ia pergi kemana-mana dengan bis, mikrolet dan ojek. Tapi ia tak menyesali keputusannya’ meninggalkan ‘zona kenyamanan’. Hatinya yakin bahwa Tuhanlah yang telah membuatnya kembali ke negara yang ‘terpaksa’ ia tinggalkan.

Melayani Tuhan dengan sungguh membuat Sidney berusaha terus menerus memberi yang terbaik dan bersikap profesional, sebagai ungkapan hormat pada Tuhan. Ia datang dan menyanyi tanpa pilih-pilih tempat. “Saya masih ingat pulang pelayanan menerima amplop berisi uang sejumlah Rp. 7.500, Rp.14.000 dan pernah juga amplop kosong bertuliskan, terimakasih atas pelayanannya. Buat saya nggak masalah. Saya pun tidak bersungut-sungut karena hal seperti itu. Urusan saya, memberi yang terbaik. Tuhan pastilah yang memberkati dengan caranya. Percayalah satu persatu Tuhan sediakan bagi kita. Saya bersyukur banget untuk banyak hal yang Ia kerjakan bagi saya sendiri maupun komunitas saya,”jelasnya mantap. Kini tentu saja Sidney tak perlu berdesak desakan dalam bis kota, Tuhan telah memberinya dua mobil yang mengantarnya pelayanan.

Terjun ke Kancah Internasional

Sidney memang patut bersyukur, lagu-lagu yang ditulis dalam bahasa Inggris banyak dinyanyikan di gereja gereja di luar negeri. Bukan saja gereja Indonesia di luar negeri tapi juga gereja ‘bule’ asli. Album GMB edisi bahasa Inggris segera dipasarkan lewat Koorong Book Store di Australia. Lalu kalau tak ada aral melintang Agustus 2004 ia akan melempar album solo ke dua bertajuk Better Days kerjasama dengan Harvest Music. Konon, nilai kontraknya lumayan bagus. “Secara nominal, berkatnya luar biasa,”aku Sidney. Satu lagi berita gembira yang tentu ditunggu banyak orang yaitu konser tunggal Sidney, rencananya akan digelar September tahun ini.”Kita melakukan pekerjaan kita sebaik mungkin, Pasti Tuhan akan selalu buka jalan untuk kita. Pokoknya saya percaya, promosi dari Tuhan,” ujar Sidney yang sewaktu kelas 3 SD meraih juara ke 3 lomba nyanyi se-DKI.

Hari-hari di depan Sidney nampaknya makin indah, makin baik seperti judul album terbarunya, Better Days…